Setelah 23 tahun hidup, kayaknya baru kali ini awak bisa nahan sabar yang luar biasa sabar. Gimana enggak sabar, tepat 6 yang lalu si ayank ...

CICAK PINCANG CICAK PINCANG

CICAK PINCANG

CICAK PINCANG

Setelah 23 tahun hidup, kayaknya baru kali ini awak bisa nahan sabar yang luar biasa sabar. Gimana enggak sabar, tepat 6 yang lalu si ayank nyuruh awak untuk ngajarin anak - anak PAUD milik ibunya(see? Love can do everything) untuk mengajar mewarnai dan melukis. Sesuai kepanjangan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), anak – anak di usia dini harus di hadapi dengan penuh emosi kesabaran. Anak – anak yang sekolah di PAUD berkisar umur 3-5 tahun. Tau sendiri anak yang berada di umur segitu bawa’anya gak mau diem. Lompat, berdiri, jongkok,merayap, salto, kayang, kuda – kuda, sampe’ tapir - tapir. Belum lagi dengan pertanyaan – pertanyaan mereka yang cerdas menjurus memecahakan batang otak. Dan tragisnya semua pertanyaan itu harus bisa kita jawab. Adalah si Alfi (4 tahun), suatu pagi saat awak ngajari mereka mewarnai, alfi bertanya ke awak.
“Pak guru, kenapa upil rasanya asin?”
Awak memandang heran tros balik tanya, “Emang Alfi pernah ngrasain upil?”
“Pernah la, Pak guru” jawabnya polos sambil terus mewarnai
Awak nelen liur. Sakit ni anak, masih 4 tahun udah mengkonsumsi upil, awak ja udah kelas 1 SMP baru berani.
Tapi sebagai guru yang baik dan bijak awak bilang aja, “Alfi yang manis, gak boleh ya makan upil, tidak baik” kata awak menasehati. Alfi ngangguk.  Tapi 2 hari berikutnya alfi tetep makan upil.
Sabar.
Di suatu sesi pelajaran melukis kesabaran awak di uji lagi. Setelah memberi tugas mengambar hewan, semua murid terlihat sibuk menggambar hewan masing – masing. Alfi terlihat menggambar kuda, wita menggambar burung. Lalu terlihat dika sibuk di pojokan. Lidahnya melet – melet keasyikan gambar. Lalu awak mendekat dan melihat gambar di atas kertas putih miliknya. Cuma terlihat gumpalan coklat dengan tiga garis yang keluar dari sisi gumpalan. Kemudian awak bertanya pada dimas yang masih melet.
“Itu gambar apa, dim?”
“Ooo,,,gambar CICAK PINCANG, pak guru” jawabnya santai
Awak aja gak pernah ngebayangi binatang melata itu pincang dan menuangkanya ke kertas. Pelan – pelan awak ajari cemana menyalurkan imajinasi dimas dengan lukisan anadalannya ‘cicak pincang’. Sabar.  
Setelah 6 bulan mengajarkan cara melukis dan mewarnai yang benar(menurut awak). kami mengikuti lomba yang di adakan sebuah LSM. Dan hasilnya alfi cs meraih juara 1 dan harapan 2 lomba itu. Awak bergidik. Ternyata menanam sebuah pohon kesabaran tidak gampang, pupuk ketekunan dan air yang tulus akan menciptakan buah kesabaran yang manis. 

0 komentar: